Jumat, 03 Februari 2012

Menggugah Kesetaraan


                Jaman berganti. Bukan saja perkara waktu, tetapi juga nilai, pandangan dan tata hidup. Yang lama dikoreksi, karena tidak lagi sejalan dengan semangat jaman baru, dan lebih dari itu, yang lama makin diketahui menyimpan sifat-sifat yang melawan perikemanusian dan perikeadilan. Demikianlah jaman mengoreksi suatu tatanan yang memasung kaum perempuan, dan menempatkannya sebagai warga kelas dua. Dalam tatanan lama, kaum perempuan tidak memiliki hak sama sengan kaum laki-laki, baik hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan hak untuk berpolitik atau terlibat dalam urusan politik kenegaraan.
          Namun, waktu juga mengigatkan bahwa penyebaran pengetahuan baru, tidak lantas bermakna sebagai kesadaran baru, terlibat sebagai tindakan baru yang konkrit dan punya daya ubah. Kesadaran mengenai kesetaraan gender terus tumbuh. Hal ini di tandai dengan berbagai perubahan dalam kesempatan. Kaum perempuan kita telah berkesempatan dan telah menduduki berbagai posisi strategis, melakukan apa yang sebelumnya dipandang tabu, dan bahkan terlibat dalam urusan kenegaraan: menjadi presiden. Amerika sampai kini baru pada taraf melahirkan calon presiden perempuan, sementara Indonesia, dalam satu periode pernah dipimpin oleh seorang perempuan.
          Kalau kita periksa lebih jauh, maka akan didapati suatu kenyataan dimana perubahan terus bergerak maju. Kepemimpinan kaum perempuan makin meningkat dalam jumalah dan makin luas dalam arean. Dalam pemerintahan, kita ketahui bahwa kepemimpinan kaum perempuan ada dari levekl lurah, camat, bupati, gubernur, sampai level presiden. Pertanyaan yang penting untuk diajukan apakah kesemuanya ini mencerminkan realitas perubahan yang mendasar? Ataukah kesemuanya ini hanya awal dari kebutuhan perubahan yang lebih substansial? Kuantitas selalu di hadapkan pada kualitas.
          Realitas kekerasan terhadap peremouan, di semua tingkatan, memperlihatkan bahwa kesadaran akan kesetaraan, masih belum meluas dan belum menjadi pendorong perubahan yang signifikan. Dalam kaitan inilah, munculnya kepemimpinan perempuan diharapkan, buakn hanya memperlihatkan bahwa kaum perempuan punya kemampuan , namun juga diharapkan dapat menyumbang moralitas baru, pandangan baru, dan model baru dalam menata kehidupan bersama. Dalam konteks keindonesiaan, kita dapat mengatakanbahwa maskulinitas telah member banyak bukti mengenai kegagalan, terutama oleh fakta kemiskinan. Kerusakan lingkungan, kekerasan dan lain-lain. Kepemimpinan perempuan dalam konteks ini dituntut memberikan sesuatu yang lain dan yang lebih bermakna. Untuk sampai kepada titk tersebut. Tidak saja di butuhkan kualitas tertentu dari kaum perempuan, namun juga lingkunagan yang emansipatoris dan berkesadarn kesetaraan gender.

Sumber kedaulatan rakyat selasa 10 januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar